kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IPO agar bisa berlayar ke pasar internasional


Senin, 15 Oktober 2018 / 16:16 WIB
IPO agar bisa berlayar ke pasar internasional
ILUSTRASI. Dirc Richard Talumewo


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Mesti Sinaga

Harga batubara yang anjlok tahun lalu membuat perbankan menjauhi sektor pelayaran. Perusahaan pelayaran yang mengangkut batubara mengeluh lantaran sulitnya mencari suntikan dana.

Kepada jurnalis KONTAN Putri Werdiningsih, CEO PT Transcoal Pacific Dirc Richard Talumewo membeberkan strategi mengatasi kendala itu, sekaligus memenangkan persaingan.

Saya mengawali karier di industri perbankan, karena latar belakang pendidikan saya memang perbankan. Saya lulus dari Perbanas dan melanjutkan S2 di Universitas Gadjah Mada pada 2006. Saya sempat bekerja di PT Bank Internasional Indonesia, dan selama kurang lebih 15 tahun saya berkarier di industri perbankan.

Saya baru bergabung di grup Transcoal Pacific pada 2011. Waktu itu, saya menjadi salah satu general manager (GM) business analyst. Karena latar belakang bisnis jadi pendekatannya bisnis secara umum.

Secara operasional, perusahaan pelayaran ini cukup berbeda dengan perbankan. Pada masa awal, saya harus beradaptasi. Sebab, saat bekerja di perbankan sebagai analis, saya hanya mempelajari kulitnya saja. Di tempat baru, saya harus mengetahui semuanya lebih detail. Ini menantang, tetapi menarik.

Kemudian pada 2015 saya ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Transcoal Pacific Tbk. Pemegang saham meminta saya membawa perusahaan keluarga ini tumbuh. Waktu itu, pertumbuhan bisnisnya masih stagnan. Dari sisi perolehan kontrak sudah bagus, tapi bisnisnya masih biasa saja.

Saya masuk jadi CEO ketika harga batubara sedang jatuh-jatuhnya. Selain itu, kondisi makro ekonomi pada tahun tersebut juga menantang.

Di tengah makro ekonomi yang sangat sulit, persoalan yang harus saya atasi adalah bagaimana bisnis bisa bertahan dan mengantarkan barang sesuai target. Dalam kondisi apa pun, kami harus menunjukkan bahwa perusahaan tetap bisa menjaga ritmenya. Itulah yang saya lakukan sejak awal.

Saat itu, keuangan perusahaan cukup berat, sehingga ada banyak perubahan yang saya lakukan. Saya sempat memutuskan menunda pembayaran utang terlebih dahulu.

Kami juga melakukan efisiensi, baik di sisi bisnis maupun secara nonbisnis. Misalnya, mulai dari pemindahan lokasi operasional dari pusat ke daerah, hingga pemindahan karyawan. Manajemen juga bergerak lebih cepat.

Pada 2016 sempat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Mulai dari level satpam sampai level general manager.

Selanjutnya dalam operasional kami lebih banyak mengoptimalkan pengunaan kapal. Sebelumnya kami lebih banyak pakai kapal orang lain, padahal sebenarnya juga punya kapal sendiri. Karena kapal memerlukan perawatan, keputusannya lebih mudah untuk menggunakan kapal milik orang lain.

Saya menemukan sebelumnya sistem perawatan kapal buruk, sehingga kinerjanya tidak maksimal dan menyebabkan pembengkakan di mana-mana.

Kami juga melakukan optimalisasi agar beban operasional bisa lebih hemat. Mulai dari optimalisasi kru, pemasok, hingga persoalan suku cadang, semuanya kami efisienkan.

Saat harga komoditas turun, volume batubara yang kami  angkut sempat berkurang, karena klien kami PT Arutmin Indonesia menghentikan produksinya. Kami hanya mengangkut milik PT Kaltim Prima Coal dan beberapa klien kecil. Sepanjang perusahaan klien kami berproduksi, ya, tetap kami angkut.

Harga komoditas yang anjlok membuat komoditas yang kami angkut juga berkurang, dan biaya yang kami tanggung juga lebih berat.

Namun, kami tetap memegang komitmen dengan para klien karena kami percaya  bisnis Transcoal Pacific tidak bisa jalan tanpa dukungan para klien. Komitmen pengiriman  barang tetap kami penuhi

Komitmen inilah yang membangun kepercayaan dengan klien. Saat pemberi kerja memberikan kepercayaan, maka pemasok, pemilik bahan bakar, pemilik kapal, juga percaya.

Kami juga memegang komitmen dengan pemberi utang. Meskipun keuangan sulit, utang tetapi kami bayar.

Bisnis Transcoal mengalami jatuh bangun di tahun 2014 – 2016. Setelah melewati masa-masa sulit itu, kami semakin percaya diri. Mulai pertengahan 2016, bisnis kami sudah agak mendingan. Kami mulai dapat kargo tidak hanya dari KPC.

Mempersiapkan IPO

Harga komoditas yang turun membuat perbankan menjauhi industri yang berkatian dengan bisnis batubara. Padahal dari sisi permintaan bisnis perkapalan pengangkut batubara masih tinggi. Yang paling terasa itu di tahun 2015 dan 2016.

Awalnya kami mencoba meyakinkan bank agar mereka jangan menyamakan bisnis kami dengan perusahaan batubaranya. Saya juga meyakinkan mereka agar melihat dari sisi outlook bisnis industri kapal.

Biasanya bank yang masih mau membuka pintu adalah mereka yang pernah memberikan pendanaan. Tapi mereka  tetap berpikir seperti bank lainnya, sehingga hanya berani memberikan pinjaman dalam jumlah sangat terbatas.

Makanya kami perlu terobosan untuk mencari pendanaan sendiri. Inilah yang mendorong kami untuk menjual saham di pasar modal atau go public.

Pertimbangan lain, Transcoal sedang berusaha melangkah ke dunia internasional. Kami perlu lebih terbuka dan lebih profesional. Dua hal itulah yang mendorong kami melakukan initial public offering (IPO).

Rencana IPO kami persiapkan pada 2017. Semester I-2017 kami menggelar pertemuan internal. Pemegang saham mengharapkan IPO segera mungkin. Harus di bulan Juni 2018.

Waktu itu kami punya waktu 8 bulan mempersiapkan diri. Persiapan lebih ke proses, dan saya belum punya pengalaman membawa perusahaan IPO.

Syukurlah target bisa terpenuhi. Di akhir Juli 2018 kami bisa IPO dengan kode emiten TCPI. Dana perolehannnya juga sesuai kebutuhan.

Setelah IPO, kami menjadi lebih banyak alternatif dalam pendanaan. Selain mengandalkan pinjaman bank, kami juga bisa  menerbitkan obligasi, medium term note (MTN), menerbitkan saham baru atau right issue, dan masih banyak lagi. Pendanaan ini sebenarnya akan kami gunakan untuk menyongsong beyond cabotage.

Kami ingin membeli 3 kapal mother vessel atau kapal induk. Peluang dan kompetisi di bisnis perkapalan saat penerapan beyond cabotage cukup bagus. Nantinya semua ekspor akan pakai kapal nasional. Kalau itu berlaku, kami sudah siap dengan semua armada.

Selain itu untuk pasar domestik, kami sedang mencoba mencari pasar baru. Saya berpikir perlu diversifikasi bisnis. Saat ini sudah ada pembicaraan untuk diversifikasi, mudah-mudahan ada yang terealisasi 2018.

Kemudian untuk pasar internasional kami ingin bisa membuka pasar lebih lebar. Selama ini kami sudah melayani pengiriman barang ke Thailand dan Filipina, tetapi sifatnya carter.

Kini Transcoal punya 12 pasang kapal tunda dan kapal tongkang, serta 1 kapal floating crane. Sekitar 90% mengangkut batubara. Sisanya  mengangkut minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan bahan bakar.

Saat ini bisnis kami memang tengah fokus ke pengangkutan batubara. Penguatan harga batubara juga telah meningkatkan volume yang diangkut.  Volume naik, maka otomatis pendapatan pun naik.

Target kami pada 2018, laba bisa tumbuh dua kali lipat dibanding tahun lalu menjadi Rp 140 miliar. Sedangkan pendapatan mudah-mudahan bisa menyesuaikan pertumbuhan kargo, yakni sekitar Rp 800 miliar. Bisnis kami akan lebih bagus kalau harga bahan bakar bisa lebih murah.                       ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×