Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Tri Adi
Bank syariah dituntut menjadi bank yang modern dan global. Selain diwujudkan dengan pengembangan teknologi digital, juga perlu penguatan modal. Kepada wartawan KONTAN Putri Werdiningsih, Direktur Utama BNI Syariah, Abdullah Firman Wibowo berbagi strategi untuk memperkuat modal perusahaan agar bisa menjadi bank BUKU tiga.
Saya mulai masuk ke dunia perbankan sejak tahun 1989. Saya mulai dengan bekerja di bagian perkreditan di Bank Panin. Kemudian di tahun 1996, saya baru bergabung ke BNI. Mulai tahun 2017, saya ditugaskan ke BNI Syariah sebagai direktur utama.
Amanat bagi saya saat ditunjuk sebagai Direktur Utama BNI Syariah adalah untuk membuat BNI Syariah menjadi bank yang modern dan global, tetapi secara Islami. Kalau berbicara modern, artinya transaksi harus menjadi modern. Salah satunya ditunjukkan dengan program digitalisasi layanan.
Bank itu harus bisa melakukan transaksi layanan produk, layanan jasa yang berbasis digital. Contohnya, saat ini kami memiliki beberapa produk digital, seperti Hasanah Lifestyle, Wakaf Hasanah, Hasanahku, dan Aku Hasanah. Semua layanan dan produk ini berbasis aplikasi.
Langkah itu saya tunjukkan dengan membangun dua divisi baru. Begitu masuk ke BNI Syariah, saya melakukan transformasi dengan membentuk divisi digital banking dan divisi transactional banking. Selain melakukan transformasi secara struktural, saya juga menambah satu direktur, yaitu direktur consumer banking. Dulunya, hanya ada direktur bisnis. Tetapi, sekarang direktur bisnis dibagi dua menjadi direktur komersial yang mengurusi pembiayaan dan direktur ritel.
Kemudian, saya juga mentransformasi kantor cabang mikro menjadi kantor cabang reguler. Menurut saya, cabang mikro ini kurang optimal. Dengan cabang reguler, yang tadinya hanya melayani kredit, sekarang juga melayani pembiayaan, penempatan dana, deposit tabungan, dan lain sebagainya. Dalam waktu enam bulan, kami melakukan transisi.
Semula, kami punya 16 cabang mikro. Sekarang, cabang mikro sudah tidak ada. Hasilnya luarbiasa. Terbukti, dengan kenaikan status kantor cabang mikro menjadi cabang reguler, kami sudah bisa memperoleh funding. Kantor cabang reguler sudah bisa menerima layanan deposito dan tabungan.
Tidak hanya itu, selain menjadi bank syariah yang modern, BNI Syariah juga harus menjadi bank global. Status bank global itu dasarnya adalah penguatan dari sisi modal. Penguatan ini bisa dilakukan secara organik dan anorganik.
Masuk industri halal
Dalam meningkatkan kapasitas permodalan secara organik, saya minta ke pemegang saham pengendali, dalam hal ini BNI induk, untuk menyuntikkan modal. Alhamdulillah, di tahun 2018, kami mendapatkan tambahan modal Rp 1 triliun. Dengan tambahan itu, modal kami sekarang sudah sebesar Rp 4,3 triliun.
Sementara itu, strategi anorganik kami lakukan dengan mencari mitra strategis (strategic partner). Kami mencari orang yang tepat untuk masuk. Ini bisa dilakukan lewat initial public offering (IPO). Tetapi, ini belum dilakukan tahun ini. Rencananya baru tahun depan.
Upaya penguatan modal ini dilakukan untuk menjadikan bank global yang masuk kategori bank umum kategori usaha (BUKU) tiga. BNI Syariah ingin menjadi bank BUKU tiga. Tahun ini, Insyallah, kami akan menjadi bank BUKU tiga.
Kalau sudah menjadi bank BUKU tiga, kami juga punya rencana ingin mempunyai bisnis operasi di luar negeri seperti bank induk kami. Kami belajar dari induk supaya bisa memiliki cabang di luar negeri. Dengan begitu, SDM kami bisa menjadi lebih maju. Status syariah tidak hanya dilakukan secara individu, tetapi juga secara institusi.
Secara individu berbuat sesuai ajaran agama, tapi secara institusi, kita harus melakukan maqasid al syariah (sesuai dengan hukum Islam). Para pegawai kita disebut sebagai insan hasanah, tetapi sekaligus perusahaan menjadi hasanah banking partner. Itu adalah visi kami.
Di sisi lain, kami juga ingin lebih fokus menggarap industri halal. Tidak hanya industrinya, tetapi juga ekosistem industri halal. Contohnya adalah makanan halal (halal food), halal fashion, halal school, rumahsakit halal, dan halal travel. Jadi, semua segmen industri halal akan kami garap.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah perbankan syariah cuma memiliki pangsa pasar sebesar 5,7% di Indonesia. Padahal, penduduk muslim Indonesia mencapai 87%. Kontribusi pasar halal masih kecil. Itu artinya, ruang untuk menggarap pasar ini masih besar, cuma belum intensif.
Kami juga berencana mulai masuk dari sisi pembiayaan. Contohnya, saat ini kami melakukan kerjasama dengan beberapa universitas. Misalnya dalam hal payroll, kartu kredit hasanah bagi para dosen, pembayaran uang sekolah mahasiswanya juga bisa dilakukan dengan layanan syariah. Kemudian contoh lain, kami juga membiayai pembangunan gedung Universitas Hamka.
Di sini, kami melengkapi apa yang sudah dilakukan oleh perbankan konvensional. Perbankan konvensional sudah menawarkan produk, tapi tidak terlepas kemungkinan konsumen akan memilih layanan syariah. Menurut saya, perbankan syariah itu sebagai alternatif perlengkapan layanan, bukan bersaing tapi melengkapi.
Sejahtera dan selamat
Namun, untuk mengembangkan industri syariah di Indonesia, kami akui ada banyak tantangan. Pertama, geography gap. Bentuk geografis Indonesia ini kepulauan. Jangkauan syariah belum mencakup semuanya. Kedua adalah generation gap. Pemahaman layanan keuangan syariah belum menyentuh kamu muda. Sekarang menjadi pekerjaan rumah bagi kami, bagaimana menggiring anak muda milenial cinta kepada syariah.
Ketiga, technology gap. Kami tidak hanya bersaing dengan perbankan konvensional, tetapi juga dengan layanan teknologi finansial (tekfin). Sekarang ini, banyak perusahaan rintisan (start up) yang berubah menjadi tekfin.
Keempat, ecosystem gap. Saat ini, industri halal baru di garap sekitar 5%. Problemnya adalah ekosistem belum terbentuk. Terakhir, leadership gap. Saya ingin, ke depan, anak-anak muda bisa jadi pemimpin yang punya visi dan misi syariah.
Syariah itu prinsipnya bagaimana kita bisa sejahtera dan selamat. Kita hidup di dunia, inginnya bisa sejahtera. Tetapi kalau sejahtera tidak selamat, itu bahaya juga. Sejahtera itu sehat dan selamat dunia dan akhirat. Di syariah itu, basisnya tiga hal, yaitu halal, berkah, dan bernilai tambah. Ini yang membuat saya semakin bergairah bekerja di lingkungan syariah.
Motto saya itu ada dua: inovasi atau mati dan berubah atau punah. Kalau tidak bisa berinovasi, kita mati. Kalau tidak bisa melakukan perubahan, kita juga akan punah, kalah dengan orang-orang yang melakukan perubahan.
Karena itu, perlu seorang pemimpin yang mempunyai pengetahuan luas, punya pengalaman, memiliki keahlian, dan memiliki kebijaksanaan. Nah, untuk bisa berinovasi dan melakukan perubahan, perlu dimentori oleh pemimpin yang memiliki kriteria tersebut. Kita harus belajar dengan dengan orang-orang yang punya ilmu, punya pengalaman, punya keahlian, dan punya kebijaksanaan.
Visi dan misi kami itu menjadi hasanah banking partner. Apabila itu kami wujudkan, siapa pun yang berhubungan dengan kami adalah orang-orang yang saleh.
Melakoni banyak hobi untuk melatih diri
Bagi sebagian orang, memiliki banyak hobi menjadi cara untuk mengurangi kejenuhan dan kepenatan setelah bekerja. Prinsip ini juga berlaku bagi Abdullah Firman Wibowo, Direktur Utama PT Bank BNI Syariah. Untuk menyeimbangkan hidup sekaligus mengurangi tekanan kerja, lelaki kelahiran 1964 itu melakoni beberapa hobi.
Salah satu hobi favorit Firman adalah menyanyi. Uniknya, jika sebagian pehobi menyanyi mengikuti tren lagu terbaru, atau setidaknya lagu legendaris, pria yang akrab disapa Firman itu justru paling gemar melantunkan lagu-lagu daerah. Sebut saja lagu dari Manado, Ambon, Jawa, dan Batak. Pokoknya lagu-lagu yang memiliki tema, ujarnya.
Tapi, bukan berarti Firman tak mau menyanyikan lagu-lagu legendaris yang umumnya digemari pria berusia di atas 50 tahun. Buktinya, dari sekadar hobi menyanyi, ia kini mulai percaya diri membuat album. Ya, Firman sedang mempersiapkan peluncuran dua album sekaligus. Rencananya, satu album akan bertema lagu-lagu kenangan, dan satu lagi album religi yang bakal diluncurkan tahun 2020.
Selain hobi mengolah vokal, ayah satu anak ini juga senang memasak. Firman memang bukan penggila kuliner yang gemar berburu beragam makanan, lalu dipraktikkan dalam ketrampilan memasak. Baginya, memasak itu merupakan hobi untuk bisa mengasah kemampuan otak kanan. Kalau hanya otak kiri, tidak lentur. Padahal seorang pemimpin itu harus lentur di lingkungannya, paparnya.
Cukup banyak jenis masakan yang dikuasai Firman, seperti mengolah rawon, gule, dan tongseng. Namun, di tengah kekayaan kuliner Nusantara, masakan andalannya adalah nasi goreng. Katanya, kalau dia sudah memasak nasi goreng, semua orang pasti suka hasilnya.
Selain menyanyi dan memasak, hobi lain yang masih sering digelutinya adalah menunggangi sepeda motor gede (moge). Hobi ini rutin dia lakoni dua minggu sekali. "Saya bisa golf, tetapi saya tidak terlalu suka. Saya malah lebih suka naik moge," timpalnya.
Hobi memacu si moge dia lakukannya sejak lima tahun lalu. Saat ini, moge kesayangannya adalah Suzuki Intruder 1800 cc. Tak cuma sekadar gagah-gagahan menunggangi si sepeda motor jumbo, bagi Firman, hobi sepeda motor ini bisa melatih syaraf motorik sekaligus sensorik.♦
Putri Werdiningsih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News