kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Filosofi baris-berbaris


Selasa, 26 Februari 2019 / 07:00 WIB
Filosofi baris-berbaris


Reporter: Harian Kontan | Editor: Mesti Sinaga

KONTAN.CO.ID - Perubahan dari seorang birokrat menjadi profesional swasta merupakan hal biasa. Saya terbiasa dengan perubahan.

Waktu mahasiswa jadi pemimpin gerakan. Kemudian menjadi anggota DPR, masuk partai dan menjadi menteri, serta terjun ke dunia bisnis.

Kuncinya, kita harus mau belajar, banyak bertanya, mendalami sehingga kita bisa mengambil peran di situ. Kita tidak boleh bersikap seolah-olah paling pintar.  

Oleh karena itu, saya selalu belajar setiap ada perubahan. Misalnya sebagai komisaris. Menurut aturan, apa saja  tugas komisaris.

Saya juga bergabung dengan asosiasi komisaris independen. Di situ belajar tugas komite audit, apa tugas dari pada internal audit, tugas komisaris dan lain sebagainya.

Meski mantan birokrat, kita juga harus tahu diri ketika berada di dalam dunia swasta. Waktu mau menghadap walikota, misalnya, saya datang setengah jam sebelum acara.

Dulu saya memang menteri, tapi sekarang bukan lagi. Sehingga tidak boleh merasa lebih tinggi.

Saya berusaha menempatkan posisi di mana kita berada. Tidak boleh berpegang pada masa lalu, melainkan berpegang pada apa kita sekarang ini.

Tidak bisa bilang, dulu kita teman. Dulu saya kan menteri. Tidak bisa begitu. Merekalah pemimpin kita sekarang.

Dalam hidup saya menganut paham harus menempatkan diri di mana kita berada. Jangan pernah masa lalu dibawa-bawa. Inilah yang saya sebut sebagai filosofi baris-berbaris dari pengalaman saat menjadi mahasiswa.

Tahun 60-an, kami mahasiswa di Jakarta dilatih oleh tentara. Anda tahu, gengsi mahasiswa waktu itu lebih tinggi dibanding tentara. Tapi kita tetap mau dilatih tentara. Komandannya seorang tentara.

Kalau komandan barisan bilang berhenti, ya, kita harus berhenti. Jika bilang belok kiri, kita harus belok kiri. Kita harus menghormati dan mematuhi siapa pemimpin kita, siapa komandan kita.

Sebaliknya, jika sedang berada di posisi memimpin, kita harus mengerti juga kemampuan dari yang kita pimpin. Kita harus bisa mengoptimalkan kemampuan orang-orang kita. Tidak bisa hanya satu dua yang dikontrol.

Saya selalu mengatakan seluruh karyawan diperlukan karena mereka merupakan satu kesatuan. Semua anggota perusahaan harus baik.

Kita didik dengan kebaikan dan sopan santun. Mulai dari tenaga sekuriti, cleaning service hingga para manager dan level atasnya.

Sebab citra perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kalangan elitenya, melainkan dibangun mulai dari bawah. Semua anggota perusahaan merupakan satu kesatuan dan masing-masing punya kontribusi bagi perusahaan.

Di sinilah letak pentingnya contoh pemimpin. Supaya proses tersebut berjalan, pemimpin harus bisa memahami dan menghargai mereka yang dipimpin.

Misalnya, saya berusaha tidak marah di muka umum  dan berusaha menjaga harkat martabat seseorang. Meskipun ada kesalahan tidak perlu dipaparkan di muka umum.

Kalau mereka kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, kita bantu. Kita lihat apa masalahnya. Apabila tidak mampu diselesaikan, pemimpin harus berani mengambil alih tugas tersebut untuk menyelamatkan kepentingan lebih besar.

Kita tidak perlu marah-marah. Sebab pemimpin memberikan contoh dan pelajaran tentang  how to solve the problem. Dari sini pula kita bisa mengerti bagaimana kemampuan masing-masing orang yang kita pimpin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×