kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kuncinya: Membangun Nilai Perusahaan


Senin, 08 Oktober 2018 / 14:08 WIB
Kuncinya: Membangun Nilai Perusahaan
ILUSTRASI. Arif Patrick Rachmat


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Mesti Sinaga

Sejak awal tahun 2018 industri kelapa sawit di tanah air menghadapi tekanan penurunan harga. Berbagai kondisi nyatanya tak mampu mengangkat harga jual minyak sawit mentah.

Kepada jurnalis Kontan Putri Werdiningsih, Arif Patrick Rachmat, Chief Executive Officer (CEO) PT Triputra Agro Persada berbagi pengalaman menghadapi gejolak harga ini. 

Meski telah merantau selama 15 tahun ke Amerika Serikat (AS), akhirnya saya memutuskan pulang ke Indonesia.

Saya tahu, saya pasti balik ke Indonesia, karena akar keluarga kami cukup kuat. Pada akhir tahun saya 2004 kembali ke Jakarta. Padahal waktu itu saya sedang bekerja di General Electric dan sedang mengikuti Operation Management Leadership Program (OMLP).

Di Indonesia ada kesempatan bagi keluarga kami untuk membeli perusahaan dengan ekuitas yang kecil, tetapi nilainya besar yaitu Adaro Energy. Saya membantu transaksinya selama 4 bulan bersama Thomas Lembong dan Patrick Waluyo. Transaksi berjalan mulus.

Setelah itu, saya pikir harus memulai usaha sendiri. Waktu itu di bulan April 2005. Saya mendapatkan dana dari dividen PT Adaro.

Sisanya mengandalkan bisnis penjualan motor Honda. Kebetulan keluarga punya lisensi dari Astra untuk menjual motor Honda di Jawa Barat. Kami juga bermitra dengan Pak Benny Subianto (pemilik Persada Capital Investama yang juga pendiri Triputra).

Tujuh tahun bekerja di General Electric, saya nyaris tanpa pengalaman di bidang sawit. Pak Bennylah yang lalu membantu saya. Beliau sudah berpengalaman dan membangun Astra Agro Lestari dengan modal dengkul.

Untungnya, Pak TP Rachmat selalu mengajarkan hal-hal yang prinsipil. Seperti ketika bermain tenis ada forehand dan backhand. Forehand itu strategi dan backhand itu eksekusi.

Kemudian, hal penting lain adalah sistem. Kalau kita bertumpu pada orang, tanpa ada sistem, ketika orangnya pindah, bisnis bisa ambruk.

Saya pertama kali masuk Triputra Agro Persada (TAP) sebagai salah satu direktur. Pada awal-awal berdiri, perusahaan ini banyak jatuh bangun.

Yang paling susah menurut saya adalah saat membuat organisasi. Dulu kami banyak merekrut orang dari perusahaan lain. Tapi hasilnya masing-masing individu punya ego dan cara kerja sendiri-sendiri.

Dari situlah saya benar-benar belajar merekrut orang. Kemudian mendidik mereka seperti mendidik anak sendiri.

Saya memberikan pendampingan hingga membentuk team work. Bagi saya, karyawan itu sangat penting. Apalagi kalau di kebun, mengawasi orang di kebun kan susah.

Saya mendapatkan kenyataan bahwa kebanyakan pemimpin yang berpotensi ternyata tidak harus berasal dari industri kelapa sawit. Orang dari pabrik juga bisa memimpin.

Orang perkebunan kebanyakan terbiasa bertutur kata kasar dan menerapkan pengelolaan manajemen dengan hukuman. Karena itulah, kami mulai mengajari mereka  untuk memimpin dengan hati. Proses ini yang membutuhkan waktu.

Kalau berpikir mencari yang  ideal, ya memang paling bagus karyawan itu memiliki karakter dan kemampuan. Saya menekankan karakter itu lebih penting dari kemampuan.

Kalau kepandaian tidak seberapa, masih bisa diberi kesempatan berkali-kali untuk mencoba dan kemampuan masih bisa kita asah. Tetapi kalau kemampuan kurang bagus dan karakter jelek itu yang bahaya.

Kuncinya adalah membangun nilai-nilai perusahaan yang benar. Caranya gimana? Intinya jajaran direksi mesti memberi contoh kepada tim. Kalau di antara direksi suka berantem bagaimana anak buah bisa membangun tim yang baik?

Ada banyak hal yang berbeda dengan saat saya masih bekerja di Amerika. Kalau di sana kita mesti vokal dan blak-blakan. Tapi kalau di Indonesia tidak boleh mempermalukan orang di depan orang lain. Budayanya lebih seperti orang Jepang.

Kami baru berhasil membangun tim yang benar-benar cocok, tidak saling menjatuhkan setelah beroperasi 10 tahun. Butuh waktu 8 tahun untuk bisa memahami industrinya.

Sekarang TAP sudah berusia 13 tahun. Pada 3 tahun terakhir ini kami sudah lumayan stabil.

Sekarang tingkat turn over di kantor pusat sudah jauh berkurang dan lebih stabil. Tenaga kerja di kebun jumlahnya juga sudah tidak sebanyak dulu.

Kami memiliki program management trainee di kebun. Pesertanya sudah sampai 800 orang. Cuma akhirnya kini mereka sudah menyebar ke perusahaan-perusahaan lain karena banyak yang dibajak.

Memahami masalah

Setelah menggeluti industri kelapa sawit, saya merasakan masalah bahwa kebutuhan belanja modal di industri ini besar banget. Mulai dari bibit sampai panen butuh waktu paling tidak 4 tahun. Ini membuat jangka waktu pinjaman kami untuk modal kerja cukup panjang.

Dari awal kami mengandalkan pinjaman bank. Saya sempat roadshow ke semua bank, tetapi banyak juga yang tidak memberi. Akhirnya kami banyak dibantu bank BUMN.

Menggeluti industri ini serasa berada dalam roller coster. Kami harus pintar kapan menarik gas dan kapan ngerem. Di industri ini rasanya seperti mengemudikan kereta api. Sudah ngerem kok enggak berhenti-berhenti.

Setelah persoalan orang dan pendanaan rampung, pekerjaan selanjutnya adalah menjaga kesinambungan. Kami ingin memiliki tingkat keberlanjutan bisnis yang tinggi, salah satunya dengan mengantongi beberapa sertifikasi.

Yang paling tinggi di dunia itu sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Hampir semua kebun kami sudah RSPO.

Sekitar 2–3 tahun yang lalu kami sempat telah menanggulangi kebakaran hutan. Waktu itu, terjadi cuaca ekstrem El Nino yang parah banget. Kunci  kami untuk mencegah kebakaran dengan menggunakan teknologi dan komunitas. Akhirnya kami mulai mencanangkan desa makmur peduli api. Sekarang sudah ada 46 di Indonesia.

Bertahan dengan Great
Tiga belas tahun sudah kami membangun Triputra Argo Persada. Kuncinya adalah great.

Ini ada di bukunya Jim Collins. Intinya adalah perpaduan antara punya tujuan, keuletan, passion dan ketekunan.

Ada tiga prinsip yang dia ajarkan. Pertama, produktif tetapi paranoid. Kami harus membuat simulasi skenario apa yang akan dilakukan ketika harga turun. What can go wrong.

Kedua, disiplin yang fanatik.  yakni mengikuti standard operational procedure (SOP) dengan benar. Misalnya tiap pagi bangun jam 4 pagi, kemudian apel jam 5 pagi dan mulai kerja pukul 06.30 pagi.

Ketiga, empiris yang kreatif. Meski mengembangkan kreativitas tetap harus mengacu data. Pemimpin yang bagus harus bisa memimpin dengan contoh, tetapi egonya tidak lebih besar dari kepentingan perusahaan.

Selain itu, saya selalu menerapkan gaya komunikasi formal dan informal ke karyawan. Kalau formal, setiap bulan pasti ada review dan di Senin pagi ada rapat direksi.

Sedangkan saat informal, saya punya banyak grup whatsapp di hampir semua divisi, termasuk kebun. Ada pembicaraan antar pribadi di grup dan hampir semua pesan mereka saya balas.

Strategi informal inilah benang merahnya. Memang pemegang saham tugasnya membangun, tetapi tetap harus membesarkan seperti anak sendiri.

Kami ingin selalu memberi semangat, dan terus mengajarkan cinta. Timbal baliknya mereka mendapatkan kompensasi gaji. Gaji kami termasuk di level yang top range di industri.

Hadapi Tekanan Harga

Di bisnis kelapa sawit, kami selalu menghadapi fluktuasi harga. Saat harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) jatuh seperti sekarang, keuangan kami jauh lebih stabil.

Pada 2008 saat terjadi krisis keuangan global, harga minyak bumi turun dari US$ 120 per barel ke US$ 30 per barel, Minyak sawit mentah turun ke US$ 300 per ton. Saat itu, kebun kami masih dalam tahap pembangunan, sehingga kami menerapkan extra policy.

Pada 2018 ini kami optimistis menaikkan produksi sekitar 20% –30%. Ada program penanaman kembali (replanting) untuk meningkatkan produktivitas petani.

Dengan penanaman kembali memakai bibit yang bagus, jumlah pohon per hektare juga lebih padat. Seharusnya 1 hektar ada 130 pohon, kenyataannya mungkin di sana cuma ada 80 pohon. Idealnya dari setiap hektar bisa menghasilkan 6 ton tandan buah segar (TBS).

Kami sebenarnya mau replanting sebanyak-banyaknya . Tapi kendalanya bermacam-macam. Misalnya harus meyakinkan petaninya.

Selain itu, kami juga terus melakukan akuisisi kebun. Biasanya kalau harga CPO anjlok seperti ini banyak yang menjual lahan. Kalau ada kebun yang mau dijual tapi standarnya belum rapi kami akan akuisisi dan perbaiki. Tapi kami tak punya target berapa banyak, selama harganya masuk akal.

Selama ini, kami kebanyakan membeli kebun setengah jadi. Modelnya bermitra dengan orang sudah miliki kebun yang masih sepertiga atau seperempat jadi.

Sekarang Triputra Agro Persada memiliki lahan seluas 150.000 hektare. Jumlah lahan  ini termasuk milik plasma.

Sebanyak 90% lahan kami berlokasi di Kalimantan. Sedangkan sisanya berada di Jambi. Sebenarnya yang paling baik itu lahan di Sumatera tetapi karena kami pemain baru, lahan wilayah itu sebagian besar sudah dikuasai pemain besar.

Kami juga sedang mendorong pelaksanaan program biodiesel. Ketika harga minyak sawit sudah lebih murah dari harga minyak bumi, maka bakal bisa substitusi impor bahan bakar minyak (BBM). Selain mengurangi impor BBM, pada akhirnya permintaan yang tinggi terhadap biodiesel juga bisa mendorong kenaikan harga.

Saya yakin peningkatan penggunaan biodiesel bisa jadi win win solution bagi Indonesia. Hal ini sekaligus menahan keterpurukan rupiah. Tapi pengembangannya jangan banyak merambah hutan.

Tidak kalah penting di industri kelapa sawit adalah penggunaan teknologi. Kami terus mencoba teknologi baru agar bisa mendorong efisiensi.

Misalnya kami menggunakan teknologi drone dan smartphone. Teknologi ini kami pergunakan untuk mengetahui tanaman yang kekurangan nutrisi atau terkena penyakit, sehingga kami bisa mendeteksi dan menanganinya dengan cepat.

Sejak tiga tahun lalu kami memakai drone untuk foto lahan dan pemetaan. Ini sebenarnya bisa dipakai di seluruh Indonesia agar kita bisa memprediksi ketahanan pangan.

Selain itu, kami juga sudah menggunakan smartphone untuk sistem barcode. Jadi saat buah yang habis dipanen diletakkan di pengepul, kami bisa melihat barcode-nya. Dengan cara ini, setiap hari saya bisa mengetahui ada buah yang tertinggal dimana.

Kami juga memanfaatkan teknologi untuk mencegah kebakaran hutan. Kami sudah mengandalkan teknologi yang menggunakan satelit NASA.

Kalau di hotspot yang ada di layar teknologi menunjukkan adanya temperatur tinggi di salah satu tempat di lahan kami, maka tim pemadaman akan langsung menuju ke sana.      ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×