Reporter: Agung Hidayat, Francisca Bertha Vistika, Intan Nirmala Sari | Editor: Mesti Sinaga
KONTAN.CO.ID - Saya sudah bergabung dengan Philip Morris Internasional dalam waktu yang lama. Saya dipercaya menjadi Presiden Direktur HM Sampoerna Tbk, yang juga afiliasi PT Philips Morris Indonesia dan dari Philips Morris Internasional, sudah sejak tahun 2016 yang lalu.
Amanat yang disematkan kepada saat ditunjuk pemegang saham, saya harus bisa menerapkan filosofi yang diusung perusahaan ini. Filosofi itu diberi nama falsafah tiga tangan.
Maksud dari “tangan-tangan” tersebut adalah menggambarkan pertama perokok dewasa, kedua karyawan dan mitra bisnis, ketiga serta masyarakat luas. Ketiga bagian ini adalah hal yang penting untuk diperhatikan agar Sampoerna mencapai tujuannya menjadi perusahaan besar di Indonesia.
Kalau ditanya fokus saya dalam memimpin? Ya, saya harus bisa memberikan manfaat bagi ketiga pihak tersebut.
Paling utama, jelas dari sisi karyawan dan mitra bisnis. Isu melemahnya penjualan Sigaret Kretek Tangan (SKT) sudah muncul beberapa tahun lalu.
Maklum saja, SKT ini adalah industri padat karya. Makin banyak produksinya, makin banyak kebutuhan karyawannya begitu pun sebaliknya.
Nah, pada 2014 lalu kami terpaksa menutup pabrik SKT yakni di Jember dan Lumajang, Jawa Timur. Penutupan pabrik itu menyebabkan pemutusan hubungan kerja, jumlahnya sekitar 4.900 karyawan.
Tahun lalu, penjualan SKT melemah. Pilihan kami cuma dua, mengurangi karyawan atau mengurangi laba. Saya memutuskan untuk tidak menutup pabrik SKT atau memutus hubungan kerja dengan karyawan lagi. Saya mengambil pilihan kedua, yaitu mengurangi laba.
Mengacu pada laporan keuangan, tahun lalu laba PT HM Sampoerna turun 0,7% dibandingkan dengan 2016 atau tercatat Rp 12,67 triliun.
Untungnya, kuartal tiga 2018, PT Sampoerna sudah berhasil mencetak laba lebih tinggi dari tahun sebelumnya atau tercatat Rp 9,7 triliun. Akhir tahun ini, harapan saya laba bisa lebih baik dari tahun sebelumnya.
Kami tak memilih langkah menutup pabrik karena Sampoerna adalah perusahan dengan jumlah karyawan yang besar. Sekarang saja, karyawan tetap di perusahaan maupun anak perusahaan Sampoerna mencapai sekitar 28.212.
Di luar itu, Sampoerna juga bekerjasama dengan 38 Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang pabrik yang pabriknya tersebar di Pulau Jawa, dengan mempekerjakan sekitar 39.200 orang untuk memproduksi produk-produk Sigaret Kretek Tangan Sampoerna. Jadi ada sekitar 67.000 orang yang nasibnya bergantung pada kami.
Tak hanya karyawan yang menjadi perhatian kami, saya dan tim pun juga mengadakan pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat sekitar.
Saya ini orang yang suka turun ke lapangan. Dalam beberapa kesempatan, saya mengunjungi pabrik dan serikat pekerja. Seperti baru-baru ini saya mendatangi pabrik di wilayah Rungkut, Surabaya.
Dalam kunjungan itu, saya mencoba berdialog dengan pekerja saya. Saya mempersilakan mereka untuk terbuka memberikan saran dan kritik untuk perbaikan perusahaan ini.
Makanya, saya selalu berharap karyawan yang bekerja di perusahaan ini punya dua karakter utama yaitu mencintai perusahaan dan optimistis.
Mengapa harus mencintai Sampoerna? Karena jika kami tidak bisa membangun cinta dengan perusahaan, bagaimana karyawan mau berkomitmen untuk memajukan perusahaan ini.
Kalau mengenai kemampuan semua itu bisa dipelajari atau baca dari buku. Kalau mencintai perusahaan itu harus dari masing-masing orang.
Selain itu, sikap optimistis juga menjadi salah satu hal yang penting buat saya. Industri rokok ini tantangannya luar biasa. Saya berharap, karyawan kami harus yakin bisa menghadapi segala tantangan itu.
Dukung Kebijakan
Industri rokok merupakan industri yang banyak dikenai aturan. Sebenarnya, aturan ini juga untuk melindungi konsumen. Nah, Sampoerna tak lantas menyerah dengan aturan yang beragam itu, justru mendukung setiap aturan yang ada.
Perlu dicermati, bahwa kenaikan pajak secara berlebihan dapat memicu kenaikan harga produk secara signifikan, sehingga berdampak luas pada seluruh ekosistem industri. Kondisi ini, pada akhirnya akan mengancam pekerjaan dan mata pencaharian masyarakat.
Tahun 2018, kami masih dibayang-bayangi dengan kemungkinan kenaikan cukai rokok. Padahal, dengan kenaikan cukai rokok sekitar 10% itu bisa mempengaruhi penjualan rokok di dalam negeri 1%–3%. Sebenarnya, untuk kenaikan cukai 10%–11% penurunannya masih bisa untuk kami kelola.
Saya tetap dukung apapun kebijakan pemerintah, karena kembali lagi ke falsafah tiga tangan kami tadi, siapa saja yang menjadi bagian penting bagi bisnis ini. Kalau memang untuk penerimaan pajak, Sampoerna pun akan mendukungnya.
Untungnya, di tengah kondisi penjualan rokok yang kian melemah, Sampoerna masih mencetak pertumbuhan pendapatan pada kuartal III-2018 sebesar Rp 77,5 triliun naik 7,2% dibandingkan dengan periode yang sama 2017 lalu Rp 72,33 triliun.
Kinerja baik kami ini mendukung tujuan pajak cukai negara yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan petani cengkih dan tembakau, pekerja industri, serta jutaan pedagang besar dan peritel yang berkecimpung dalam perdagangan produk hasil tembakau.
Kami juga mendukung penyederhanaan atau simplifikasi struktur cukai rokok sesuai PMK 146 tahun 2017 yakni berjumlah layer cukai yang sekarang ada 10 bisa disederhanakan menjadi 5 pada 2021.
Menurut kami, simplifikasi cukai rokok ini bisa menciptakan lingkungan bisnis yang sehat di mana perusahaan kecil akan terlindungi dari serbuan produk perusahaan besar. Di satu sisi, melindungi pekerja SKT khususnya pabrikan yang banyak memproduksi SKT.
Sekarang ini, praktik di lapangan, pabrikan yang produksi di bawah 3 miliar batang rokok per tahun, untuk rokok mesin mendapatkan tarif cukai rendah. Saya rasa ini kurang adil.
Padahal 3 miliar batang ini adalah pasar rokok di Singapura dan menurut saya itu sudah perusahaan besar, jadi tidak seharusnya mendapat tarif cukai yang rendah. Dengan adanya simplifikasi layer ini, harapan kami semua perusahaan besar akan diperlakukan sama.
Saya sangat mendukung simplifikasi ini dengan harapan bisa mengakomodasi tiga aspek yakni keberlangsungan industri tembakau nasional, kesehatan masyarakat lewat penurunan konsumsi rokok, dan optimalisasi pajak dari industri rokok.
Kalau ternyata simplifikasi layer ini tidak jadi dijalankan, maka akan terjadi proses saling makan. Perusahaan menengah atau kecil bisa memproduksi lebih banyak rokok dengan tarif cukai yang rendah sehingga bisa memakan pasar yang ada di atasnya.
Dengan begitu, apa yang harus saya lakukan? Apakah harus melakukan pengurangan tenaga kerja? Kan tidak mungkin.
Apalagi, kami sudah melakukan usaha untuk berkontribusi besar ke karyawan dan komunitas. Jadi, harapan saya sebenarnya simplifikasi ini bisa tetap dilaksanakan agar industri ini juga berjalan sehat.
Strategi lain yang kami terapkan di tim saat kondisi penjualan dalam negeri melemah, tentu saja dengan melakukan ekspor. Produksi tembakau kami yang tidak bisa diserap sempurna di dalam negeri ada baiknya kami ekspor.
Sekarang ini, Sampoerna sudah mengekspor ke 43 negara tujuan. Terbesarnya adalah Korea dan Australia.
Penjualan tembakau ke luar negeri memang tidak menentu porsinya. Ketika penyerapan tembakau di dalam negeri melemah, kami melakukan ekspor.
Perlu diketahui, Sampoerna menerapkan Sistem Produksi Terpadu (SPT) dengan para pemasok tembakau. Jadi, para petani mendapatkan dukungan teknis, finansial serta sosial dari mulai perencanaan penanaman tembakau hingga penjualan.
Sekarang ini (2018) luas area untuk tembakau SPT Sampoerna sudah 27.000 hektare dan mempekerjakan 27.500 petani.
Selain mengekspor tembakau, rokok yang kami produksi juga di jual di negara lain. Di beberapa duty free, pasti akan menemukan rokok kami.
Pada usia Sampoerna yang sudah mencapai 105 tahun ini, kami bisa mempertahankan posisi teratas di industri tembakau dengan pangsa pasar 33,1% selama sembilan bulan pertama 2018. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2017 angka ini tumbuh 0,1%.
Volume penjualan Sampoerna pun tercatat 101,3 miliar batang dan pembayaran total pajak mencapai Rp 70,3 triliun.
Saya optimis bisa menghadapi segala tantangan bisnis ke depannya. Apalagi, produk kami juga menempati kategori yang memuaskan.
Misalnya Dji Sam Soe berada di urutan ke enam dan Mild berada di urutan ke empat. Dengan kompetisi di dalam hal kualitas rokok dan tembakau, serta memiliki pegawai yang berpengalaman, kami yakin bisa bersaing.
Tahun 2019 , saya masih belum bisa memprediksi berapa pendapatan Sampoerna. Kalau ditanya apakah pemilu berpengaruh? Kalau menurut saya tidak.
Pasalnya, berkaca dari tahun-tahun sebelumnya dan pengalaman pemilu di luar negeri, misalnya di Malaysia, penjualan rokok tidak meningkat saat ada ajang demokrasi.
Justru saya melihat, penjualan masih akan dipengaruhi dengan aturan pemerintah. Aturan inilah yang akan mempengaruhi harga jual kami dan daya beli masyarakat.
Pada 2019 pun kami belum ada rencana melakukan ekspansi. Walaupun, kami sudah anggarkan dana Rp 1 triliun, dana itu hanya untuk melakukan perawatan mesin. ◆
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News