Reporter: Tabloid Kontan | Editor: Tri Adi
Proyek Meikarta yang tersangkut KPK hingga penyelesaiannya tak sesuai dengan jadwal, membuat Lippo Group menjadi sorotan. Yang mengejutkan, belum lama ini, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mengumumkan bakal rights issue Rp 15 triliun serta mengganti direksi dan komisaris yang mengurus proyek Meikarta. Ketika bertandang ke kantor KONTAN, CEO LPKR John Riady membeberkan strategi bisnisnya.
Ketika ditunjuk menjadi CEO PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) pada pertengahan Maret lalu, saya sangat excited. Sebab, perusahaan ini punya peluang yang sangat besar untuk menjadi perusahaan properti terbesar di Asia Tenggara. Itulah yang menjadi tantangan saya saat ini, yakni membawa Lippo menjadi perusahaan properti regional champion.
Masa kita kalah dengan perusahaan properti dari Filipina dan Vietnam? Padahal kita memiliki tanah dan penduduk yang jauh lebih besar daripada mereka. Bahkan secara omzet, perusahaan properti kita juga lebih besar. Dengan modal itu, saya yakin, dalam tiga tahun sampai lima tahun ke depan, Lippo bisa menjadi regional champion.
Untuk itu, strategi yang kami lakukan, antara lain menyelesaikan penggalangan dana sebesar US$ 1 miliar. Dari dana itu, Rp 3 triliun akan kami gunakan untuk mendanai proyek Meikarta. Kita tahu, sejak tersandung KPK beberapa waktu lalu, proyek ini membuat konsumen resah. Mereka menanti kepastian. Dengan penggalangan dana tersebut, kami bisa meyakinkan konsumen bahwa proyek ini terus lanjut.
Ini juga yang menjadi pekerjaan rumah kami, yakni mengembalikan persepsi-persepsi positif. Setahun terakhir, kami akui kinerja saham LPKR memang turun. Soalnya, ada persepsi negatif di masyarakat, bukan karena kinerja kami jelek. Sebab, setahun terakhir kinerja fundamental kami tetap tumbuh.
Misalnya, di bisnis ritel. Karena bisnis daring yang dianggap sebagai ancaman bisnis ritel dan diperkuat adanya beberapa gerai Matahari Department Store yang tutup, timbul persepsi negatif. Padahal, secara fundamental, bisnis Matahari Department Store tetap tumbuh. EBITDA-nya positif Rp 3 triliun. Kami juga tetap buka gerai baru. Kalaupun ada yang tutup bukan karena rugi, tetapi karena masa sewanya habis.
Kasus dengan KPK juga menimbulkan persepsi yang tidak baik. Ada kesan bahwa Meikarta tidak berizin. Ini juga persepsi yang keliru.
Saya bohong kalau bilang ke masyarakat bahwa 500 hektare lahan Meikarta sudah berizin. Kita tahu bahwa izin properti itu bertahap. Contohnya, izin mendirikan bangunan atau IMB. Jenis izin ini sangat spesifik. Tidak bisa kami urus izinnya sekarang, sementara proyek pembangunannya belum ada.
Penggarapan Meikarta seluas 500 ha itu dibagi dalam tiga fase. Fase pertama yang seluas 84 ha saja dibagi lagi ke tiga fase, yakni A, B, dan C. Saat ini, baru bagian A yang kami bangun, dan itu sudah selesai izinnya.
Kami sangat berterima kasih pada konsumen Meikarta, sebab sekalipun ada persepsi semacam ini, mereka tidak serta merta meminta uang kembali. Mereka masih percaya bahwa proyek Meikarta akan tetap berlanjut. Kalaupun ada yang refund, jumlahnya sangat sedikit. Mereka bakal mikir juga kalau refund, sebab dengan harga Rp 7 juta per meter, di mana lagi mereka bisa berinvestasi dengan lokasi yang selengkap di Meikarta.
Tahun ini lah, kami harus memanfatkan momentum-momentum yang baik untuk mengubah persepsi-persepsi tersebut. Saya yakin, dengan fundamental yang baik, masyarakat bisa memberikan penilaian positif. Pelan tapi pasti, perubahannya sudah mulai terasa.
Sejak ada pengumuman rights issue dan pengangkatan direksi baru beberapa waktu lalu, rating agency memberikan penilaian positif sehari setelah diumumkan. Harga saham LPKR ketika diumumkan Rp 240, lalu merangkak ke Rp 300. Hal ini membuktikan pasar sudah kembali percaya.
Belum lama ini, saya terbang ke Hong Kong mengikuti invesment conference. Selama dua hari, saya bertemu dengan 40 investor. Di sana, kami disediakan kamar khusus untuk diskusi dengan para investor. Per investor kurang lebih memakan waktu 40 menit. Sampai berbusa-busa menjelaskannya.
Inilah yang kami lakukan untuk membangun persepsi pasar kembali positif. Kami berikan solusi yang komprehensif alias bisa menjawab kebutuhan pasar. Kemarin-kemarin, banyak yang bertanya soal likuiditas Lippo Karawaci dengan rights issue Rp 15 triliun. Sekarang, sudah tidak ada yang bertanya lagi. Lalu, ada yang mempertanyakan soal neraca, padahal sebelumnya sudah oke dengan aset perusahaan Rp 70 triliun dengan utang 14 trilun.
Inilah mengapa rights issue ini baru keluar sekarang. Kami butuh mempersiapkannya dengan matang. Setelah siap, kami selesaikan semua. Likuiditas dan balanced yang selama ini dipertanyakan terjawab. Proyek-proyek yang belum selesai akan kami selesaikan, dan sekarang sudah mulai jualan lagi. Bahkan kami juga memperkuat manajemen. Kami tetap akan melibatkan profesional maupun keluarga. Sebab, keikutsertaan keluarga dalam bisnis bukanlah sesuatu
yang buruk, hanya saja harus dicarikan sesuatu yang seimbang, yaitu pihak profesional yang juga punya peranan.
Fokus bisnis
Saya ingin Lippo Group lebih fokus menggarap bisnis. Saat ini, yang akan menjadi konsentrasi saya adalah bisnis properti, rumah sakit atau kesehatan, dan ritel. Sementara untuk bisnis Lippo lainnya, seperti Linknet, Cinemaxx, Timezone, ataupun bisnis keuangan, kami terbuka untuk bermitra.
Lippo ini telah dibangun sebagai grup konsumen terbesar di Indonesia. Sebanyak 60 juta orang per tahun yang dilayani. Setiap menit, ada 10.000 transaksi. Saya melihat ke depan, Indonesia memiliki beberapa perubahan, dan perubahan ini yang harus kami sesuaikan.
Kita tahu pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan menurun, pun demikian secara global. Ini tentu akan mempengaruhi industri, dan tentu saja akan berjalan lebih lambat. Untuk itu, diperlukan orientasi berbeda. Bukan lagi sekadar mengejar pertumbuhan, tapi juga operational excellence.
Di era perubahan yang serba-cepat ini pula, perusahaan tidak bisa menerapkan manajemen top down, tetapi harus kolaboratif. Semua elemen bersama-sama menentukan strategi dan eksekusi. Tentu ini akan lebih dinamis, lebih cepat menjawab dan mengikuti perubahan.
Yang pasti, kami juga harus berorientasi menjadi perusahaan berskala besar. Saya berharap, lima tahun mendatang, Lippo Karawaci bisa memiliki skala bisnis Rp 150 triliun sampai Rp 200 triliun.
Caranya dengan memperkuat fundamental, membangun persepsi positif masyarakat, dan corporate action, yaitu terbuka akuisisi atau merger.
Makin punya banyak anak, hidup semakin seru!
Lippo Group merupakan perusahaan konglomerasi yang dirintis oleh Mochtar Riady. Bisnis Mochtar sudah menggurita menjadi lebih dari 50 anak perusahaan di bawah bendera Lippo Group. Di usia yang sekarang, Mochtar yang kelahiran Malang, Jawa Timur, 12 Mei 1929 ini, sudah tidak mengambil bagian langsung dalam pengelolaan bisnis Lippo Group. Kini, tampuk kepemimpinan bisnis Lippo Group sudah dikelola oleh generasi ketiga, yakni di tangan para cucu. Salah satunya adalah John Riady. John merupakan anak dari James Riady, anak kedua Mochtar.
John adalah satu di antara 22 cucu Mochtar Riady. Sementara cicit dari Mochtar Riady sudah ada lebih dari 40 orang. Cicit yang paling besar sudah berusia 18 tahun.
Bulan Mei nanti, Mochtar Riady sudah berusia 90 tahun. Tapi hingga saat ini, ia masih aktif dan sehat. Masih suka nulis, bahkan masih suka hadir di beberapa acara, kata John yang memiliki lisensi pengacara di Negara Bagian New York, Amerika Serikat ini.
John bilang, bila semua anggota keluarga Mochtar Riady berkumpul, mulai dari anak, mantu, cucu, cucu mantu, hingga cicit, total jumlah yang hadir bisa mencapai 108 orang.
John sendiri dalam waktu dekat bakal menambah satu cicit lagi untuk Mochtar Riady. Saat ini, istri saya sedang hamil tua, mengandung anak ketiga, kata John yang juga Profesor Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.
Rupanya, sekalipun tergolong generasi milenial, John ternyata bercita-cita memiliki banyak anak. Tak tanggung-tanggung, lelaki tampan ini ingin punya lima anak. Asal tahu saja, saat ini, anak pertama John baru berusia 3 tahun dan yang kedua berusia 1 tahun.
Lelaki berkacamata yang baru berusia 33 tahun ini bercerita, ketika awal menikah, dia dan sang istri hanya menginginkan tiga anak. Lalu ketika baru ada dua anak, kami pengin punya empat anak. Eh, pas hamil anak yang ketiga ini, kok malah pengin nambah jadi lima anak. Sepertinya bakal lebih seru kalau punya lima, katanya sambil tersenyum kecil.
Bagi John, tak ada filosofi khusus mengenai jumlah anak yang diidam-idamkannya itu. Dia hanya merasa seru bila rumahnya penuh dengan suara anak kecil.
Yang pasti, sekalipun makin sibuk dengan pekerjaan kantor dan jabatannya yang sekarang, John selalu ada waktu untuk keluarganya, terutama anak-anaknya.
Hampir setiap minggu, John selalu menyempatkan diri bermain di playground bersama buah hatinya. Karena masih kecil-kecil, paling mainnya cuma bisa di playground. Setiap sabtu pagi sudah pasti bareng anak-anak, kata lelaki yang berperawakan tinggi semampai ini. ♦
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News