kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tanpa inovasi, perusahaan bisa tutup


Selasa, 23 April 2019 / 13:04 WIB
Tanpa inovasi, perusahaan bisa tutup


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Tri Adi

Menjelang pergantian tahun lalu, PT Indosat Tbk memiliki pimpinan baru. Salah satu komisarisnya, Chris Kanter, meninggalkan posisinya dan menduduki jabatan sebagai direktur utama. Kepada jurnalis KONTAN Putri Werdiningsih, Chris berbagi cerita mengenai rencana pembenahan yang akan dia lakukan di tubuh perusahaan telekomunikasi tersebut.

Tahun 2010, saya ditunjuk pemerintah menjadi komisaris independen PT Indosat Tbk. Kira-kira 4,5 tahun setelah itu, pihak Qatar, yaitu Ooredoo Asia Pte Ltd, meminta saya untuk menjadi komisaris mewakili mereka. Total, sudah 8 tahun saya menjadi komisaris Indosat.

Pada pertengahan Oktober 2018, saya ditunjuk menjadi Direktur Utama PT Indosat Tbk. Kenapa saya mau menerima posisi ini? Sebab, saya yakin branding perusahaan ini kuat. Orang-orangnya cukup bertalenta, dan terakhir karena alasan nasionalisme, saya tak rela perusahaan ini ditutup atau dijual.

Namun sebelumnya, di awal saya bilang, saya mau komitmen jika belanja modal sebesar US$ 2 miliar. Kalau tidak, saya tidak mau. Memang saya Superman? Kan enggak. Kalau tidak punya modal untuk menambah jaringan, ya bagaimana? Ini sama saja Anda bolak-balik jualan, tetapi sinyalnya hanya muter-muter terus. Kalau sudah begitu, tidak ada orang yang mau pakai.

Waktu saya turun gunung, sebenarnya banyak pertanyaan yang datang: Indosat mau nyaplok perusahaan mana? Selama ini, spesialisasi saya adalah merger dan akuisisi. Saya bilang, saya memang mau nyaplok, tetapi nomor satu, saya akan membenahi jaringan dulu. Sebab, kalau tidak dibenahi, bisa-bisa bukan saya yang nyaplok, tapi saya dicaplok.

Tahun lalu, kami harus menanggung kerugian Rp 2,4 triliun. Target saya, asal balik modal dan tertutup, ini sudah luar biasa. Tahun depan, baru kami mulai dengan mencari margin dengan perubahan yang tetap harus dilakukan secara menyeluruh.

Pengalaman saya itu adalah mengambil perusahaan sakit, sehingga terbiasa menghadapi masalah. Buat saya, yang salah bukan konsep atau teknologi, tetapi orang yang salah: siapa yang menjalankan. Makanya, di sini saya percaya, yang harus dibenahi adalah orangnya. Mereka harus diberi level kepercayaan diri terlebih dahulu.

Rencana pembenahan

Sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri karena branding perusahaan ini kuat. Saya sampai minta waktu ke Presiden sekitar bulan Januari. Saya mau bertemu sebagai CEO Indosat. Saya mau menumbuhkan level kepercayaan supaya karyawan saya bangga. Itu yang saya bangkitkan dulu.

Setelah itu baru saya putuskan, mulai Juli nanti kami akan memulai transformasi digital. Semuanya akan menuju ke digital.

Nantinya kantor Indosat akan dibuat lebih terbuka, tidak ada sekat. Para karyawan tidak punya meja dan kursi sendiri-sendiri. Akan ada loker untuk menyimpan barang. Mereka bisa bekerja di mana saja, seperti di cafe, Monas, ataupun di rumah.

Sistemnya sudah dipersiapkan sejak tahun lalu. Sekarang sudah mulai diberlakukan mobile working. Beberapa sudah dijadwalkan bekerja di luar seminggu sekali.

Meski begitu, akan tetap diatur jam kerjanya. Ada persentase yang diberlakukan. Hanya sekitar 20%-40% yang bersangkutan bisa bekerja di luar. Ada mekanisme kontrol. Tidak bisa seenaknya.

Ini akan kami lakukan bertahap. Untuk menjadi perusahaan digital, harusnya dalam 1 tahun sudah bisa. Namun kalau mau menjadi perusahaan berbasis aplikasi, hal ini kembali lagi tergantung keperluan apa yang dibutuhkan. Beberapa perusahaan lain sudah menerapkan persetujuan berdasarkan aplikasi. Nah, kami sedang menuju ke sana.

Perubahan seperti ini tidak bisa dihindari. Saya tegaskan ke karyawan: kalau kamu tidak berubah, maka kamu akan keluar dari bisnis ini. Kalau saya tidak menyiapkan, saya pasti terlibas. Di Silicon Valley, perusahaan teknologi sudah seperti itu.

Inovasi teknologi

Rencana kedua adalah pengembangan jaringan. Tahun kemarin, kami cukup tertinggal. Pada tahun 2019 kami targetkan Indosat bisa memiliki 18.000 BTS. Kemudian tahun 2020, mungkin bisa 30.000 BTS.

Perusahaan sudah mencadangkan belanja modal sebesar US$ 2 miliar sampai tahun 2021. Khusus tahun ini, alokasinya hampir mencapai US$ 1 miliar. Sebagian besar difokuskan untuk pengembangan jaringan.

Saat awal memimpin di jajaran direksi, saya mengangkat direktur inovasi dan regulator. Dia yang bertugas menyiapkan inovasi yang akan dikembangkan. Kalau kami hanya diam tanpa inovasi, nanti tinggal tutupnya saja perusahaan ini.

Mungkin sekarang masih ada pendapatan dari paket data. Tapi, ketika Google benar-benar mengembangkan balon udara pemancar internet, siapa yang mau beli data lagi? Makanya, kami punya direktur inovasi. Kalau tidak, habislah kami.

Perubahan teknologi begitu cepat. Saat kami belum selesai mengembangkan 2G (data generasi 2), keluar 3G. Sekarang 4G belum selesai, sudah ada 5G. Semua ini investasinya besar. Ini tantangan di bisnis ini.

Belum lagi jumlah operator yang cukup banyak. Idealnya untuk negara seperti kita, hanya perlu 3 operator. Ini mengakibatkan mulai perang tarif. Di satu pihak, investasi untuk pengembangan teknologi harus besar, tetapi di lain pihak, revenue stream malah turun.

Ini semua yang menjadi tantangan perusahaan telekomunikasi. Sepanjang inovasi terus dilakukan, harusnya peluang cukup besar. Ini juga yang membuat saya mau menerima tantangan. Saya mendapat amanat pemegang saham untuk melakukan transformasi.

Gemar berburu menu ketoprak
 
Kerap melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri ternyata tidak membuat Chris Kanter lupa akan masakan khas Indonesia. Biasanya, sepulang dari bepergian ke negara lain, Direktur Utama PT Indosat Tbk itu langsung berburu makanan favoritnya.

Apa menu makanan yang dikejar? Lelaki kelahiran 25 Juli 1952 ini memburu ketoprak. Baginya, campuran ketupat, bihun, tahu goreng, tauge, dan potongan mentimun yang disiram bumbu kacang itu terasa nikmat disantap setelah bepergian ke luar negeri.

Salah satu warung ketoprak langganannya adalah Ketoprak Ciragil di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Biasanya, kalau tidak sempat menyambangi langsung ke warung, ia akan meminta dibelikan.

Saking cintanya dengan makanan ini, terkadang kalau sedang makan di restoran di mal, Chris juga tetap memesan menu ketoprak. Ada ketoprak di salah satu restoran di Plaza Senayan yang rasanya cukup lumayan, tuturnya.

Tak hanya makan ketoprak kelas restoran, bos Indosat ini juga doyan berburu menu ketoprak di pinggir jalan. Tentu, perburuan itu dimulai dari rekomendasi soal kelezatannya yang sudah teruji. Ada tuh, ketoprak di jalan Tosari (Jakarta Pusat) yang enak, ujarnya.

Uniknya, bagi Chris, ketoprak yang dijual di mana saja pasti terasa enak kalau dalam kondisi lapar atau habis bepergian ke luar negeri. Habis makanan di luar itu aneh-aneh, terus pas ketemu ketoprak, rasanya enak, cetusnya.

Selain pecinta ketoprak, lulusan Fakultas Teknik Universitas Trisakti ini juga hobi menembak. Saya suka menembak yang dinamis, sambil lari-lari dan jongkok, bebernya.

Sayangnya dia tak lagi bisa melakoni hobi menembak itu seperti dulu. Kalau dulu dia bisa menembak setiap minggu, kini ia baru bisa menuntaskan kerinduannya pada senapan sekitar 2-3 minggu sekali.

Hobi menembak sudah dia lakoninya sejak lama. Maklum saja, sebelum menjadi pengusaha, Chris pernah bercita-cita menjadi seorang tentara. Bahkan ia sudah pernah mengikuti seleksi menjadi taruna, dan dia dinyatakan lolos. Sayangnya, lantaran tak direstui sang ibu. Zaman dulu kan kalau mau jadi tentara harus ada izin dari orangtua. Waktu itu, ibu saya tidak mengizinkan, kenangnya. Chris pun putar haluan menjadi seorang pengusaha.♦

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×